Kadek Adnyana

Menggeluti Seni Ukir Mengenali Hobi

Seni ukir merupakan ciri khas masyarakat Gianyar dimana Adnyana dilahirkan. Disebuah kampung kecil dan sederhana namun terkenal dengan keahlian masyarakatnya dibidang seni ukir khususnya jenis Pandil Kayu, Style Bali dan Seni Patung Kayu. Keahlian sebagian besar masyarakat dikampung Br. Padpadan, Petak Kaja ini sudah dimulai sejak tahun 1985.

Adnyana mulai belajar mengukir kayu sejak umur 13 tahun. Hampir sebagian besar anak-anak dikampung sudah mulai belajar & bekerja di umur ini. Ukiran Pandil dari kayu “Kepelan” yang di dapat dari jawa melalui pasar seni Sukawati diolah dan dijadikan ukiran dengan tema pewayangan, kehidupan orang Bali mulai dari kehidupan di hutan, bertani, pasar, upacara adat bahkan menerima pesanan tema yang dikehendaki pembeli. Ukuran mulai dari 25cm x 25cm sampai dengan ukuran 200cm x 70cm seukuran pintu besar.

Seniman di kampung Padpadan saat itu jumlahnya cukup banyak dan cukup terkenal seperti: Wayan Pica (alm), Made Kamiana (alm), Wayan Regog (alm), Nengah Suatra, Ketut Sujana, Nyoman Polih, Ketut Bawa, Made Suarsana, Nyoman Kariana, Nengah Misi, Nyoman Sumerana, Ketut Sujawan, Made Kardi, Wayan Diasa, Made Suarsana, Komang Sukarta, Pande Mertha, Wayan Tunas, Made Sampun, Ketut Budha, Wayan Widana, Ketut Parum, Made Wiadnya, Wayan Selamet, dll.

Seni ukir selain sebagai pekerjaan juga merupakan ekpresi cipta, rasa dan karsa yang dituangkan dalam bentuk-bentuk animasi isi alam. Ada proses yang cukup panjang dan rumit memerlukan kesabaran ekstra serta konsentrasi penuh. Diperlukan suasana hati yang tenang dan damai untuk memunculkan ide-ide kreatif setiap saat. Seperti melakukan meditasi dan yoga setiap hari.

Sesekali sengaja duduk memandang hamparan sawah, melihat binatang bercanda ria di alam bebas. Cukup sering juga mencari inspirasi di sungai sambil memancing ikan maupun sekedar jalan-jalan menjelajah alam yang masih natural. Begitupula kehidupan di pedesaan sangat kental dengan budaya dan tradisi, adat istiadat turut memberikan warna kehidupan yang penuh syukur, tenang dan damai.

Seiring dengan perkembangan zaman, para seniman mulai kesulitan bahan baku, pemasaran melalui tengkulak dan penghasilan semakin hari semakin menurun. Banyak seniman beralih pekerjaan karena tuntutan hidup semakin kompleks. Adnyana tak melanjutkan keahliannya di bidang seni dan memilih untuk merantau sambil kuliah di kota Denpasar. Cukup tragis nasib para seniman di Padpadan yang tak mendapat perhatian pemerintah hingga sekarang semakin hari semakin punah.

Adnyana berkeinginan suatu saat nanti ketika sudah sukses akan kembali lagi ke kampung mengembangkan seni ukir berikut dengan cara pemasaran modern. Membangun sistem agar seni ukir ini tidak punah dimakan zaman. Karya seni membangun karakter damai penuh kreatifitas, kaya inovasi dan cinta kasih tanpa batas.